Sejarah STTII Surabaya

Masa Perintisan & Pendirian (1989 – 2008)

STTII Surabaya berdiri dimulai dari pengembangan Visi 1 – 1 – 1 Dr. Chris Marantika yang mendesign pendirian beberapa STII Mini

(istilah awal yang dipakai pendiri Dr. Chris untuk pembukaan STII di cabang beberapa kota), dimulai dari Bali yang pertama kali tahun 1985, selanjutnya Madiun, dan Purwokerto sebagai gelombang pertama bagian integral dari STII Yogyakarta. 


Pendirian STII Surabaya terjadi dalam gelombang pada tahun 1989, 4 tahun sesudah STII Bali, dkk dibuka. Cerita singkatnya, para wisudawan STII Yogyakarta angkatan Juni 1989, ditantang Pak Chris untuk meneruskan Visi 1 – 1 – 1 di daerah asalnya masingmasing, dan beberapa wisudawan mengisi formulir pernyataan untuk visi di Surabaya yang masing-masing tidak mengetahui bahwa mereka memiliki kesamaan visi untuk Surabaya. Mereka ini menjadi perintis dan juga utusan resmi dari STII Yogyakarta untuk pembukaan STII Mini (STII cabang Surabaya), para pioner tersebut adalah : Pak Djuhari Iswanto (yang ditunjuk sebagai Direktur STII cabang Surabaya), Pak Darto Sachius (yang ditunjuk sebagai Bendahara), berikutnya (alm) Mei Putra Silitonga, Ibu Marmi dan juga Bapak Ronny Tombeng yang berangkat dulu ke Surabaya untuk survey lokasi, dan lain-lain karena Pak Jimmy Siwalete sebagai Direktur Nasional merekomendasikan untuk menghubungi alumni STII Jogja (Abson) yang sudah di Surabaya. Satu orang pioner lagi yang menjadi kontak di Surabaya adalah seorang gembala sidang GKAI di Surabaya, beliau adalah Bapak Pdt. Abson Kawangung.


Dalam waktu singkat 2-3 bulan, 6 orang sebagai team pioner STII Surabaya bekerja dengan target bulan Agustus 1989 kelas pertama dibuka. STII Surabaya pertama kali berkantor/basecamp di lokasi pastori Pdt. Abson Kawangung di pertokoan dibawah tangga yang terletak sebelah terminal Bratang Surabaya. Tiga bulan sesudah itu, STII Surabaya sudah mengantongi ijin resmi dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan Departemen Agama Republik Indonesia Nomor: FII/471/2879/1989 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Agustus 1989 sebagai jawaban dari surat yang diajukan oleh STII tanggal 31 juli 1989. Lalu pada besoknya, yakni tanggal 5 Agustus 1989 BAMAG (Badan Musyawarah Antar Gereja) Kotamadya Surabaya mengeluarkan surat resmi juga yang menyetujui pendirian STII Surabaya. Kemudian pada tanggal 23 Agustus STII Surabaya melayangkan surat pemberitahuan kepada Walikota tantang pendirian STII cabang Surabaya sebagai bagian kelengkapan untuk pembukaan kelas pada tahun ajaran 1989/1990. 


Pembukaan tahun ajaran 1989/1990 dimulai dengan membuka dengan Prodi Diploma dua (D2), namun demikian kenyataannya ada juga mahasiswa yang tidak menyelesaikan 2 tahun perkuliahan dan mereka diwisuda Diploma satu (D1), yang pada waktu itu menerima Ijazah Theologia (I.Th). Jumlah mahasiswa awal ada 12-13 orang dalam kelas perdana, dan kampusnya mengkontrak sebuah rumah angker di jalan Cipunegara No. 46 Surabaya. Di tempat inilah kegiatan akademis dimulai, dimana kuliah perdana pakai tikar dan mahasiswa (putri) yang tinggal di tempat ini pun tidurnya beralaskan tikar. Harga sewa kontrak tempat ini terbilang murah, yakni 2 juta pertahun dan dikontrak selama 2 tahun yang dibayar oleh Yayasan Iman Indonesia (YII) Pusat. Murahnya sewa kontrak tempat ini bisa dipahami karena menurut kesaksian beberapa mahasiswa yang pernah tinggal di tempat ini bahwa acapkali penghuninya menerima “gangguan”, dan karena itu tempat ini tidak mudah dipasarkan untuk disewakan.


Perkuliahan dan asrama Putri bertempat di tempat tersebut, sementara asrama pria ditempat yang berbeda yang dekat dengan tempat itu. Generasi mahasiswa angkatan pertama, salah satunya adalah Bapak Ani Teguh Purwanto yang kemudian meneruskan ke jenjang S1, transfer ke STII Yogyakarta dan hingga kini (tahun 2019) masih bergabung di STII Surabaya sebagai Dosen tetap dan pernah menduduki beberapa jabatan struktural.


Pada Tahun kedua, STII Surabaya membuka kelas eksekutif malam hari. Tempat kuliah pertama ini, di Jl. Cipunegara 46 bertahan hanya 2 tahun, karena tidak diperkenankan untuk dilanjutkan kontraknya. Masa-masa ini merupakan masa yang tidak mudah dan penuh pergumulan. Dari Jl. Cipunegara 46 Surabaya, Pak Iswanto dan kawan-kawan harus mencari kontrakan yang lain mengingat tempat ini tidak boleh diperpanjang kontraknya. Atas pimpinan Tuhan maka kampus STII Surabaya periode berikutnya bertempat di Jl. Durian IV HE 93 Sidoarjo. Selain sebagai kampus, rumah ini sekaligus difunfsikan sebagai asrama putri. Berikut rumah yang pernah menjadi bagian perjalanansejarah STII Surabaya.


Seperti halnya pengalaman yang terjadi di rumah kontrak sebelumnya, yakni di jalan Cipunegara, hal yang sama terjadi pula di kampus kontrakan yang kedua ini dimana masing-masing hanya diperbolehkan menempati dua tahun saja. Kenyataan ini mengharuskan STII Surabaya meneruskan perjalanannya. Dua tahun kemudian pindah kontrak rumah di Jl. Raya Taman Asri D-35 Pondok Tjandra Indah – Sidoarjo, tak jauh dari rumah yang dikontrak sebelumnya.